[ad_1]
Pemerasan yang dilakukan dua polisi kepada seorang turis Jepang di Jembrana, Bali berakhir tanpa sanksi pidana. Kedua pelaku, Aipda I Made Windia dan Bripka I Putu Gunadi, dinyatakan bersalah setelah selesai menjalani sidang disiplin di Polres Jembrana, Selasa (29/9).
Made Windia divonis penjara 28 hari, pembebasan dari jabatan struktural, dan mutasi ke daerah penugasan baru. Sedangkan Putu Gunadi diturunkan jabatannya menjadi staf biasa dan turut ditahan di ruang khusus selama 21 hari.
“Dia [Made Windia] terbukti melakukan pelanggaran disiplin. Ditahan di Polres Jembrana, mulai berlaku tanggal 30 September. Yang satunya [Putu Gunadi], kesalahan pembiaran saja. Yang menikmati uang hanya satu saja,” kata Kabid Humas Polda Bali Syamsi kepada Kompas. Dari penuturan Syamsi, uang hasil pungutan liat dipakai IMW untuk kebutuhan sehari-hari.
Throwback sedikit buat mengingat sejarah kasus ini: pada Agustus 2019, seorang turis Jepang ditilang karena tidak menyalakan lampu depan di Jalan Denpasar-Gilimanuk, Pekutatan, Jembrana. Oleh polisi yang merazianya, si turis disuruh membayar denda Rp1 juta saat itu juga. Untungnya, korban merekam diam-diam kejadian itu, yang kemudian ia unggah di YouTube Style Kenji pada Desember 2019.
Video itu baru viral di Indonesia pada Agustus 2020, membuat Polres Jembrana jadi sasaran amarah netizen. Per 2 Oktober 2020, video tersebut udah ditonton lebih dari setengah juta kali di YouTube, belum lagi yang tersebar di Twitter dan Instagram. Enggak lama, Polda Bali bertindak dan mengambil alih kasus ini. Viral emang alat ampuh memaksa kepolisian bertindak cepat.
Praktik polisi nakal menarik pungli tilang memang pengalaman lumrah di Indonesia. Meski polisi terus menekankan kejadian macam ini hanya dilakukan segelintir oknum, fakta berkata sebaliknya. Pada 2016, Polri sendiri merilis data yang bilang dalam rentang Juli-Oktober ada 235 kasus pungli di kepolisian seluruh Indonesia. Penyumbang pungli terbanyak? Benar sekali, polantas dengan 160 kasus.
Lewat pencarian internet saja, kita bakal langsung menemukan kasus pungli oleh polantas di Palembang, Medan, Jakarta, dan Padang. Mirip kasus di Bali, para polisi bejat ini baru ketahuan setelah ada yang merekam dan videonya tersebar luas. Sekali lagi, viral adalah kunci.
Pakar hukum pidana Mudzakir mengatakan, pungutan liar harus diusut tuntas hingga ke akarnya. Pungli yang dilakukan oknum bisa jadi malah lari ke pimpinannya. Makanya, transparansi pengusutan kasus jadi penting.
“Biasanya kan kalau pungli-pungli seperti itu untuk tambahan gaji. Nah, gaji ini harus dicek juga. Tambahan dia dengan pungli itu dimakan siapa aja? Atau mengalir ke mana? Dibongkar sekalian supaya clear. Makanya, kalau dia berbuat seperti itu mungkin ada dibagi-bagi,” kata Mudzakir kepada Okezone.
[ad_2]
Source link