[ad_1]
Aku merasa hidup ini menyedihkan ketika berusia kira-kira 16 atau 17. Aku kesepian, dijauhi dan tak siap menerima komentar teman sekolah tentang seksualitasku. Aku merasa bersalah memiliki pemikiran semacam ini, dan merasa tak pantas menerima bantuan profesional karena tidak pernah mengalami kejadian traumatis. Namun, aku tetap tidak bisa bangkit dari kesedihan dan rasa hampa. Aku mencoba curhat ke ibu, dan untungnya ibu memahami perasaanku. Kami membuat janji dengan terapis dan aku disarankan melakukan terapi sebanyak enam sesi.
Berkonsultasi dengan terapis kini menjadi rutinitasku. Aku tahu banyak di luar sana yang juga melakukan terapi, dan pemahaman masyarakat tentang kesehatan mental sudah mulai berubah. Akan tetapi, masih ada stigma yang melekat pada orang-orang yang berobat ke psikiater dan psikolog. Aku baru mulai kencan lagi dan masih ragu untuk membahas soal terapi. Meskipun begitu, aku cukup terkejut saat mengetahui dua teman kencanku juga menemui terapis.
Aku berpikir kita sudah membuat kemajuan dan mewajarkan hal ini, tapi masih banyak yang harus kita lakukan agar menemui terapis tak lagi dianggap aneh. Berikut hal-hal yang aku pelajari selama menjalani terapi. Kalian bisa menjadikannya pertimbangan jika terpikir atau berniat mencari bantuan untuk masalah kesehatan mental.
Butuh waktu hingga menemukan terapis yang tepat
Dulu, saat aku masih 16 tahun, aku belum mampu untuk memilih sendiri terapis yang kuinginkan. Aku beruntung daftar tunggunya tak lama seperti sekarang, tapi aku cuma bisa menemui terapis yang telah ditentukan. Aku baru menemukan terapis yang benar-benar bagus begitu beranjak dewasa dan menghasilkan uang sendiri, tapi itu pun butuh waktu yang tidak sebentar. Terapi mirip seperti menjalin hubungan. Dibutuhkan komunikasi dua arah agar hasilnya efektif. Apabila kalian merasa tidak ada perubahan apa-apa, bukan berarti ada yang salah dengan dirimu. Kalian mungkin hanya belum menemukan terapis atau teknik terapi yang tepat.
Aku pribadi kurang cocok dengan terapis yang hanya mendengarkan ceritaku. Aku sudah tahu masalah yang dihadapi, jadi aku membutuhkan orang yang bisa membantuku menggali lebih dalam alasannya dan memberitahuku kenapa aku selalu memandang rendah diri sendiri. Aku juga membutuhkan orang yang mampu merekomendasikan hal-hal yang perlu dilakukan ketika pikiran negatif mulai menghantuiku. Setelah mempelajari berbagai teknik dan jenis terapi, aku merasa terapi perilaku kognitif (CBT) adalah pilihan terbaik untukku. Karena itulah aku mencari spesialis di bidang ini, dan terbukti membantuku mengatasi masalah.
Ada kemungkinan untuk mengganti terapis
Saat kalian tumbuh, terapis kalian bisa berubah. Aku mendapatkan terapis baru belum lama ini, dan sejauh ini dia benar-benar membantuku. Kalian tak perlu merasa bersalah jika sudah tidak cocok dengan terapis saat ini, atau dengan gayanya selama menjalani sesi. Tak ada salahnya juga kalau kalian ingin istirahat dari sesi mereka. Aku putus nyambung, tergantung pada apa yang terjadi dalam hidupku dan kondisi jiwaku saat itu.
Apabila uang kalian belum cukup untuk berobat ke terapis, kalian bisa mencoba aplikasi Headspace yang menawarkan berbagai latihan bermanfaat. Kalian juga bisa mengunduh audiobook self-help, atau apa pun itu yang bisa membantumu memahami perasaan.
Terapi psikologi bukan solusi instan
Setiap sesi terapi bermanfaat, bahkan saat melakukan hal sederhana seperti melampiaskan keluh kesah sekali pun. Namun, kalian perlu ingat bahwa kita membutuhkan waktu untuk benar-benar pulih. Masalah kalian tak serta-merta selesai hanya dalam satu sesi.
Hal paling berharga yang aku ambil dari terapi adalah serangkaian tugas dan latihan yang membantuku melatih kembali otak. Aku belum bisa sepenuhnya mengatasi kecemasan sosial dan menaikkan self-esteem (harga diri). Aku sangat percaya diri dan mudah bergaul, tapi aku masih sulit untuk berhenti menjelek-jelekkan diri sendiri. Terapi bagiku adalah proses latihan untuk lebih menyayangi diri sendiri, serta berurusan dengan pengalaman masa lalu yang baru aku sadari kalau itu traumatis setelah membicarakannya.
Jangan takut untuk membicarakan masa lalu
Awalnya aku enggan mengingat-ingat masa lalu — aku hanya ingin fokus pada perasaanku saat ini. Padahal, kita harus membuka kembali masa lalu untuk memahami alasan kita bisa seperti sekarang. Aku menghabiskan banyak waktu merenungkan kenapa aku sulit menghargai diri sendiri, dan bagaimana komentar yang aku terima saat masih 12 tahun meninggalkan dampak jangka panjang. Terapi telah memberi perspektif yang berbeda, dan cara-cara menjauhkan diri dari omongan yang tidak enak.
Belajar untuk menjadi lebih tenang
Mengubah teknik koping lama dengan yang lebih berguna benar-benar bermanfaat untukku. Mengatakan “aku cemas” memang gampang, tapi akan lebih baik kalau kita memahami kapan dan kenapa kita merasa cemas. Misalnya, kecemasan yang aku rasakan berasal dari kebiasaan menganalisis apa yang mungkin terjadi secara berlebihan. Aku sering merasa diriku tidak menarik, seru atau pintar seperti orang lain. Setiap kali pikiran-pikiran negatif itu muncul, aku berusaha agar tetap tenang dan tidak menilainya — aku cukup mengakui itu terjadi. Saat aku merasa mulai menjelek-jelekkan diri sendiri, aku akan membuat daftar hal-hal positif yang ada pada diriku dan fokus menjadi diri sendiri. Dengan begitu, aku tidak perlu mengkhawatirkan orang lain menyukaiku atau tidak.
Walaupun merasa tidak butuh, kalian tetap harus terapi
Aku yang masih muda selalu merasa tidak pantas untuk terapi karena tidak punya trauma mendalam. Aku merasa bersalah dan tidak enak telah menyita waktu terapis, karena aku pemalu dan tidak percaya diri. Namun, semua orang berhak untuk memperbaiki diri sendiri. Ibaratnya membawa mobil ke bengkel untuk perawatan.
Kalian tak perlu mengalami peristiwa buruk untuk meminta bantuan terapis. Kita semua punya pengalaman traumatis, tapi tidak pernah menyadarinya. Aku merekomendasikan siapa saja untuk mencoba terapi psikologi, bahkan untuk orang-orang yang berpikir tidak membutuhkannya sekali pun. Jangan malu menjalani terapi karena itu bukan kelemahan. Orang yang kuat adalah mereka yang siap memperbaiki diri sendiri, bukan hanya menutupi rasa sakitnya.
[ad_2]
Source link