UI TUAN RUMAH PERSIDANGAN ANTARBANGSA KAJIAN MALAYSIA-INDONESIA KE-15, SOROTI ISU REGIONAL HINGGA GLOBAL

UI TUAN RUMAH PERSIDANGAN ANTARBANGSA KAJIAN MALAYSIA-INDONESIA KE-15, SOROTI ISU REGIONAL HINGGA GLOBAL

 

Multinewsmagazine.com – Universitas Indonesia (UI) melalui Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) bersama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) menjadi tuan rumah Persidangan Antarbangsa Kajian Malaysia-Indonesia (PAKMI) Ke-15 yang berlangsung pada 30 Oktober–1 November 2024. Pembukaan sidang yang diadakan di Auditorium Juwono Sudarsono UI tersebut turut dihadiri oleh Utusan Khusus Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Isu Air, yang juga merupakan Menteri Luar Negeri Indonesia Periode 2014–2024, Dra. Retno Lestari Priansari Marsudi, LL.M.

Dalam keynote speech-nya, Retno memaparkan urgensi Malaysia dalam politik luar negeri Indonesia dan sebaliknya. Adanya agenda regular summit antara Indonesia dan Malaysia cukup membuktikan posisi keduanya sebagai prioritas dalam kebijakan luar negeri. Selain itu, ia juga menyinggung persoalan ASEAN Centrality yang berpengaruh terhadap hubungan bilateral negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Malaysia. “ASEAN Centrality turut berkontribusi dalam menentukan kebijakan luar negeri Indonesia dan Malaysia. Kesolidan ASEAN akan mendorong terwujudnya kolaborasi antara kedua negara, baik di bawah payung ASEAN maupun hubungan bilateral,” ujarnya.

PAKMI—yang merupakan agenda tahunan antara Faculty of Arts and Social Sciences (FASS) Universiti Malaya (UM) bersama universitas mitra di Indonesia—sebelumnya bernama Persidangan Antarbangsa Hubungan Malaysia-Indonesia (PAHMI). Konferensi ini bertujuan untuk mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam tentang Malaysia dan Indonesia pada tingkat pemerintah, akademisi, hingga masyarakat. PAKMI juga mendorong kolaborasi antara kedua negara dalam mengamankan kepentingan bersama di kancah global.

Direktur PAKMI Ke-15, Prof. Dr. R. Cecep Eka Permana, menjelaskan alasan di balik perubahan nama PAKMI. Transformasi ini dilakukan karena termin “hubungan” membatasi materi pemakalah, sehingga perubahan termin menjadi “kajian” diharapkan mampu memperluas topik yang didiskusikan dalam konferensi. Momen perubahan nama ini, menurut Dekan FIB UI, Dr. Bondan Kanumoyoso, S.S., M.Hum., menjadi kehormatan bagi UI karena UI menjadi yang pertama menggunakan nama baru tersebut setelah sebelumnya, FIB UI menjadi tuan rumah konferensi PAHMI Ke-11 pada 2017.

Konferensi PAKMI menghadirkan peneliti dan pemerhati Indonesia-Malaysia dari berbagai universitas global, antara lain Chulalongkorn University, Leiden University, Macquarie Business School, National Cheng Kung University, dan National University of Singapore. Adapun perguruan tinggi dari Indonesia dan Malaysia yang berpartisipasi pada konferensi ini, yakni Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga, Universitas Andalas, Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjadjaran, Universiti Kebangsaan Malaysia, Universiti Sains Malaysia, Universiti Utara Malaysia, dan masih banyak lagi.

Duta Besar Malaysia untuk Republik Indonesia, Dato’ Syed Mohamad Hasrin Tengku Hussin, menyambut baik pelaksanaan PAKMI Ke-15 di UI. Ia berpendapat bahwa tema “Indonesia and Malaysia Amid Regional dan Global Challenges” sangat tepat untuk diangkat sebagai isu utama. Hal ini karena ada kepentingan bersama yang dapat didiskusikan antara kedua negara dalam menghadapi era globalisasi yang penuh dengan volatility, uncertainty, complexity, and ambiguity (VUCA). Untuk itu, hubungan yang erat di tingkat akademisi mampu menghasilkan riset bersama dalam mengatasi tantangan regional maupun global.

Sebanyak 150 peserta konferensi dari berbagai belahan dunia mempresentasikan makalah terkait empat sub tema, yaitu (1) politik, sejarah, dan keamanan; (2) ekonomi dan pembangunan; (3) masyarakat dan budaya; serta (4) keberlanjutan dan kebertahanan. Topik-topik tersebut diulas untuk memperoleh perspektif regional dan global terkait berbagai tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dan Malaysia. Dekan FISIP UI, Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto, menyoroti isu-isu seperti perubahan iklim dan krisis ekonomi yang menurutnya dapat dituntaskan jika kedua negara mampu menghasilkan riset bersama terkait kebijakan lingkungan dan ekonomi yang mapan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *