Multinewsmagazine.com – Harus diakui dan diberikan apresiasi yang tinggi untuk sepak terjang yang dilakukan Depok Heritage Community dibawah pimpinan Ratu Farah Diba dalam mengupayakan Pelestarian Sejarah dan Peninggalan Sejarah Kota Depok selama beberapa tahun sebelum ada komunitas serupa yang sekarang ini ada.
Ratu Farah Diba menceritakan awal dirinya membentuk Komunitas Depok Heritage Community yang berawal saat dirinya bergabung dengan komunitas sepeda onthel di Kota Depok sekitar tahun 2008 yang sering berkumpul di depan kantor Walikota Depok setiap Minggu pagi pukul 07.00 WIB dan melakukan goes bersama keliling ke beberapa lokasi.
Di sepanjang perjalanan goes, Ratu Farah Diba sering melihat beberapa peninggalan bersejarah terutama banyaknya bangunan tua bersejarah yang setiap tahunnya semakin berkurang, khususnya di kawasan Depok sekitar Kecamatan Pancoran Mas, dimana sebelum dirinya aktif berkegiatan dengan komunitas di Depok, Ratu Farah Diba sudah sering mengisi kegiatan kunjungan ke beberapa kota tua di Indonesia seperti Jakarta, Solo, Yogyakarta, Cirebon, dan saat bersama komunitas onthel sering juga mengikuti event sepeda onthel Nusantara di berbagai kota yang kebetulan rute goesnya melintasi kawasan bersejarah
“Sampai akhirnya saya melihat bahwa ternyata Depok tidak kalah dengan kota-kota lain, ternyata Depok punya tinggalan sejarah dan punya kota lama atau kota tua juga. Hingga akhirnya membuat saya bersama rekan-rekan yang kebetulan sama-sama mencintai tinggalan sejarah tergugah untuk menyelamatkan tinggalan sejarah di Kota Depok yang dari tahun ke tahun semakin berkurang dan mulai terlantar. Lalu kami membentuk komunitas di tahun 2011 tepatnya 5 Juli 2011 dan memberikan nama Komunitas Depok Heritage Community,” ungkapnya.
Selanjutnya bersama rekan-rekan, Ratu Farah Diba melakukan banyak upaya untuk penyelamatan terhadap tinggalan sejarah yang ada di Depok yang diawali di kawasan Depok lama yang banyak sekali tersisa bangunan stus bersejarahnya.
“Lalu kami mulai mencari data atau arsipnya ke kantor arsip Depok dan perpustakaan Depok, namun sayang usaha ini gagal karena di tahun 2011 perpustakaan dan kearsipan Kota Depok belum punya arsip tentang Depok, sehingga saya melakukan pencarian ke ANRI dan perpustakaan Nasional. Diawal pencarian data tidak banyak yang saya dapatkan, lalui saya mulai lakukan pendataan melalui wawancara dengan tokoh masyarakat setempat. Berdasarkan wawancara akhirnya saya dan rekan-rekan mulai membuat daftar inventaris terhadap peninggalan sejarah yang ada. Dan ternyata semakin menggali sejarah Depok, semakin membuat penasaran untuk mencari datanya,” ujarnya.
Selain itu Ratu Farah Diba dan rekan-rekan juga mencoba menyelamatkan salah satu tinggalan sejarah di Kota Depok yaitu Tiang telepon yang di jalan Kartini dengan membersihkan tiang dari spanduk dan bendera partai dengan mengecat kembali sesuai dengan pencarian data untuk cat yang sesuai. Kemudian mereka berupaya untuk menyelamatkan beberapa tinggalan sejarah tersebut.
“Apalagi kami juga tahu dengan lahirnya UU nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, ini dapat menjadi payung hukum terhadap tinggalan sejarah tersebut. Akhirnya saya dan rekan-rekan mulai mengikuti seminar dan bimtek untuk memperdalam pemahaman terhadap pelestarian. Tahun 2013 kami melakukan pendataan dan membuat inventaris Cagar Budaya di Kota Depok yang kemudian kami sampaikan ke disporsenbud yang waktu itu namanya belum menjadi Disporyata Depok. Lalu oleh dinas di lokakaryakan dan dicetak hasil kajian dan inventaris kami tersebut,” jelasnya.
Beberapa upaya yang dilakukan Komunitas Depok Heritage Community untuk menyelamatkan tinggalan-tinggalan sejarah Kota Depok.
“Upaya penyelamatan pertama adalah membersihkan dan penyelamatan dari para pemasangan spanduk dan bendera partai
Lalu di 2013 menyelamatkan Pabrik Pembakaran Kapur di Jalan Pekapuran Cimanggis yang mana ini menjadi penamaan jalan Pekapuran. Namun upaya ini gagal ketika kami berupaya menyelamatkan dengan jalur formal bersurat ke Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, ketika itu namanya sekarang Direktorat perlindungan kebudayaan Kemendikbud. Saat itu kami meminta perlindungan terhadap 3 objek diduga cagar budaya yang kondisinya kritis yaitu 1. Pabrik pembakaran kapur yang akan dihancurkan, 2. Rumah Cimanggis yang mulai rusak dan kehilangan atapnya dan beberapa pintu, 3. Rumah Pondok Cina yang saat itu akan melakukan pembangunan hotel,” terang Ratu Farah Diba.
Lebih lanjut Ratu Farah Diba menambahkan, “Selain itu juga bersurat ke dinas terkait di Depok yaitu disporasenbud, Namun sayang disposisi dari Kementerian kepada UPT-nya terlambat yaitu BPCB Banten dahulu namanya baru datang dua minggu setelah pabrik pembakaran kapur dihancurkan. Dan pihak dinas ketika didesak saat itu hanya menyatakan bahwa sudah keluar izin untuk pembangunan gudang obat dan diperkenankan membongkar. Padahal seharusnya ketika membangun sebuah pabrik atau gudang seharusnya dilibatkan salah satunya arkeolog untuk melihat apakah disana ada yang memiliki nilai bersejarah. Lalu akhirnya kami mulai untuk lebih memperhatikan lagi dalam penyelamatan peninggalan sejarah dan tidak bisa hanya menunggu. Sampai akhirnya pada tahun 2016 mulai ramai diberitakan rencana pembangunan kampus di kawasan RRI dimana di sana ada satu tinggalan sejarah yang memiliki nilai penting. Lalu kami bersurat kembali kepada Direktur pelestarian Cagar Budaya, Pemkot Depok, BPCB Banten.”
“Dan kebetulan di tahun 2017 saya diminta menjadi salah satu pemapar dalam seminar sosialisasi Cagar Budaya di Depok lalu saya sampaikan tentang upaya penyelamatan rumah cimanggis setelah kehilangan sebuah situs yaitu pabrik pembakaran kapur
Sejak itulah kami mulai melakukan beberapa aksi dan di Januari 2018 bergabung dengan beberapa komunitas untuk menandatangani petisi dan aksi penyelamatan Rumah Cimanggis, walau akhirnya terjadi perpecahan dengan beberapa komunitas yang mereka hanya ingin bermain melalui media. Lalu saya memisahkan diri dengan berupaya dengan pergerakan nyata diantaranya saya berupaya ke dinas-dinas terkait untuk meminta bantuan penyelamatan kemudian menemui pemiliknya. Sehingga akhirnya dilakukan tim kajian untuk membuat rekomendasi kajian Cagar Budaya mendatangkan tim ahli Cagar Budaya Provinsi Jawa barat karena Depok belum punya tim ahli Cagar Budaya saat itu. Dan saya masuk menjadi salah satu anggota tim yang ikut dalam kajian tersebut Hasilnya diserahkan ke Walikota Depok, Namun tidak serta merta langsung ditandatangani tapi melalui proses panjang hingga akhirnya pada 24 September 2018 akhirnya bapak Walikota Depok menandatangani SK Penetapan Cagar Budaya Gedong Tinggi Rumah Cimanggis sebagai Cagar Budaya pertama di Depok,” jelas Ratu Farah Diba.
Tapi ternyata setelah ditetapkan sebagai Cagar Budaya tidak cukup disana saja, ternyata bangunan ini masih tetap terlantar dan mulai banyak mengalami kerusakan, atap sudah mulai habis lalu ada dinding yang tertimpa pohon.
“Saya akhirnya mendatangi Disporyata Depok dan pihak kemenag untuk membicarakan hal ini. Lalu akhirnya saya minta bantuan dinas untuk membantu membersihkan Rumah Cimanggis dari semak belukar dan puing-puing, lalu pihak Disporyata Depok meminta bantuan dari Dinas PUPR Kota Depok. Akhirnya saya bersama 5 orang Satgas DPUPR Depok membersihkan Rumah Cimanggis dari semak belukar dan puing-puing selama 5 Minggu hingga bersih dari pepohonan dan tanah liat yang ada di dalam bangunan. Tidak hanya sampai di sana lalu saya terus mendesak pemilik bangunan tersebut untuk segera melestarikannya. Hingga akhirnya Agustus 2019 dibentuklah Tim Perencana Revitalisasi Rumah Cimanggis bersama DPUPR Provinsi Jawa barat, dan hasilnya di bulan Oktober 2020 hingga Oktober 2021 dilakukan proses revitalisasi. Upaya lain mengusulkan dalam Musrembang Kota Depok untuk membentuk Tim Ahli Cagar Budaya Kota Depok, dan Alhamdulillah akhirnya dibentuk dan disertifikasi di Kemendikbud, hngga akhirnya saat ini di Depok banyak yang bisa diselamatkan dan dijadikan cagar budaya,” pungkas Ratu Farah Diba.
.