[ad_1]
Meski sudah lebih dari enam bulan menjalani perkuliahan online akibat pandemi, sejumlah mahasiswa masih terus beradaptasi. Dari isu komunikasi yang tidak terakomodasi baik oleh platform virtual, hingga masalah manajemen waktu. Di sisi lain, pemerintah menilai pelaksanaan PJJ alias pembelajaran jarak jauh di level perguruan tinggi sejauh ini menunjukkan hasil positif, bahkan ada rencana untuk melanjutkan program kuliah online meski pandemi usai nanti.
Yoshe Zaneta, mahasiswi Magister Manajemen salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta, mengaku tidak bisa belajar dengan maksimal selama mengikuti perkuliahan daring pada masa pandemi. Dalam wawancara melalui Skype, Yoshe menuturkan, “Apalagi kalau misalnya materi yang hitung-hitungan, kayak susah ngejelasinnya via online, itu kan lebih enak dijelasin langsung pakai papan tulis. […] Terus kalau misalnya dosen lagi ngejelasin juga kurang komunikatif, karena mahasiswanya kan nggak bisa langsung menyanggah atau langsung kasih komentar atau bertanya.”
Sementara bagi Septian Nursubkhi, mahasiswa S1 Arsitektur asal Bandung, pembelajaran jarak jauh alias PJJ membatasi kreativitasnya. “Implikasinya lebih ke ide-idenya jadi mungkin terkungkung, jadi nggak keluar. […] soalnya kalau kita hanya menatap layar laptop itu – apalagi ditambah gangguan-gangguan kayak koneksi yang buruk – rasanya mengurangi interaksi secara riil, di mana sebenarnya interaksi itu bisa memunculkan ide-ide.”
Tantangan lain dirasakan Maria Gracia Amara, mahasiswi S1 Psikologi kampus negeri di Yogyakarta. “Kunci dari kuliah online adalah self-regulated learning. Kita harus bisa meregulasi diri kita sendiri dalam belajar, karena online ini kan segala hal jadi lebih fleksibel, lebih nggak ada batas. […] Sebenarnya kalau kita pintar-pintar bisa memanfaatkan situasi ini, malah jadi efektif.
Testimoni para mahasiswa itu dianggap wajar oleh Helga Cakra Dewi, Ketua Program Studi Pembelajaran Jarak Jauh Ilmu Komunkasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Dalam wawancara dengan VOA (1/9) melalui sambungan Skype, Helga menuturkan bahwa sistem kuliah online satu program studi dengan program studi lainnya akan berbeda.
Menurut pengalamannya, sebelum program studinya diberi izin untuk menyelenggarakan kuliah online bulan Februari lalu oleh Kemendikbud – tanpa ada kaitannya dengan situasi pandemi, ia dan sejumlah dosen lain harus terlebih dahulu menyiapkan modul pembelajaran online, menjalani pelatihan pedagogi atau gaya pembelajaran daring, hingga mempelajari berbagai aplikasi yang dapat memaksimalkan proses PJJ.
Meski demikian, satu hal yang krusial untuk pembelajaran jarak jauh adalah kemandirian mahasiswa untuk belajar, kata Helga. “Mahasiswa pun harus tahu bahwa di dalam pembelajaran online, yang menjadi tumpuan utama itu adalah mereka sendiri. Mereka itu sebagai pusat pengetahuannya, jadi harus aktif mencari informasi-informasi dan dosen itu hanya sebagai fasilitator. Kesadaran itu dulu nih, belajar mandiri mahasiswa yang harus dimiliki sama si mahasiswa itu sendiri, karena kan student-centered learning.”
Dalam pernyataan kepada VOA pada sesi webinar Digital Learning dalam Education 4.0 (28/9), Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Paristiyanti Nurwardani mengatakan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan untuk meneruskan program PJJ di lingkungan kampus meski pandemi sudah usai nantinya. Pihaknya menilai pelaksanaan PJJ selama pandemi di level perguruan tinggi nyatanya meningkatan kompetensi mahasiswa.
“PJJ itu merupakan suatu kebutuhan, baik bagi mahasiswa maupun bagi dosen. Jadi ke depan itu, walaupun kita, katakanlah, sudah nggak ada Covid-19 di 2021, saya sangat yakin kami akan mempertahankan PJJ entah berapa persen, sedang kita cari yang paling benar seperti apa. Karena menurut saya PJJ itu juga membuat anak-anak kita juga menjadi terpaksa pandai menulis. […] Saya termasuk sangat percaya bahwa PJJ ini bisa melakukan transformasi untuk pendidikan tinggi, karena juga mempercepat – minimal – transformasi keilmuan,” ujar Paristiyanti.
Hingga berita ini disiarkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan belum mengubah kebijakan yang melarang semua perguruan tinggi di seluruh zonasi untuk menggelar perkuliahan tatap muka di lingkungan kampus selama pandemi virus corona untuk mata kuliah teori dan sedapat mungkin juga untuk mata kuliah praktik.
Sementara itu, dalam rapat bersama Komisi X DPR (9/7) – seperti dilaporkan Kompas.com, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam (saat itu masih menjabat sebagai pelaksana tugas), menyatakan bahwa berdasarkan survei evaluasi PJJ bagi mahasiswa yang digelar oleh direktorat jenderalnya, 90 persen mahasiswa lebih memilih kuliah secara offline atau tatap muka di kelas. Meski demikian, 73 persen menyatakan siap melakukan pembelajaran daring. [rd/em]
[ad_2]
Source link