Kisah Si Malin Kundang Dalam Tragika Serikat dan Partai Buruh

Kisah Si Malin Kundang Dalam Tragika Serikat dan Partai Buruh

[ad_1]


MultiNewsMagazine.com – Kayaknya, belum ada sejarah partai buruh yang melahirkan serikat buruh. Sebaliknya, serikat buruh, setidaknya di Indonesia, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia telah melahirkan Partai Buruh Nasional (28 Agustus 1998) lalu menjadi PBSD (Partai Buruh Sosial Demokrat).

Jadi serikat buruh sebagai ibu yang melahirkan partai, agak mustahil tidak mendukung atau berkhianat pada partai yang lahir dari rahimnya sendiri. Tetapi sebaliknya, sangat mungkin partai buruh yang ada dj Indonesia mbalelo terhadap Ibu yang melahirkan, seperti Malin Kundang Si Anak durhaka itu.

Pada intinya, politik itu bukan tak bisa dilakukan untuk tujuan yang baik dan mulia bagi manusia. Tapi politik itu sebagai ilmu atau cara untuk memperoleh suatu tujuan, sangat gampang tergelincir pada pilihan sikap yang mengutamakan hasil akhir dari tujuannya semula tanpa mengindahkan proses dari upaya pencapaian hasil yang diinginkan.

Padahal, semua akan selalu berawal dari proses yang kelak menentukan halal atau haram dari apa yang akan dihasilkannya kemudian. Seperti hewan ternak yang dipelihara sejak kecil pun, ketika salah memberi makanan atau dalam proses penyembelihannya pun yang mengabaikan tata aturan atau tuntunan agama yang benar bisa saja menjadi haram manakala salah prosedur penyembelihannya.

Artinya, dalam proses yang terabaikan dari perspektif agama jelas salah. Dan kekeliruan yang dilakukan dengan kesadaran karena melalui suatu perencanaan yang dirancang jelas menjadi tidak halal.

Sama saja seperti duit yang dikatakan haram itu, pada dasarnya dalam ujud dan nilai, toh tidak haram. Hanya saja masalahnya, dalam proses mendapatkan uang itu yang membuatnya menjadi haram.

Begitu pula ikhwal anak haram atau partai politik yang haram meski lahir dari rahim serikat buruh yang sudah dengan susah payah mengasuh, merawatnya dalam kondisi sakit-sakitan hingga kemudian menggeliat dan ugal-ugalan serta abai pada Ibu yang melahirkannya.

Dramatika dari kisah anak yang durhaka pada Sang Ibu biasanya berakhir dengan sangat tragis. Tapi toh, kita akan lebih bijak tetap terus mendo’akan agar tak sampai kualat atau terkena azab.

Bagikan Jika Anda Suka

Karena sebaik-baiknya manusia dihadapan Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang itu, kata Ustad saya dikampung dulu adalah bisa memberi dan mendatangkan banyak manfaag bagi orang lain.

Artinya, untuk membangun tatanan etika, budaya dan akhlak yang baik itu, tak kecuali politik dan partai politik pun harus mematuhi tatanan etika, budaya dan berakhlak yang baik juga. Karena agak mustahil bisa mendidik kader politik yang tangguh, kalau para pendidiknya sendiri brengsek. Tak bisa dipercaya atau rawan menularkan sifat dan sikap khianat. Apalagi hanya demi uang receh yang tak seberapa nilainya.


Jacob Ereste

[ad_2]

Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *