Teleperson – Baru sehari menapaki tanah Makassar, Dirjen Otonomi Daerah Sumarsono sudah seperti di kampung halamannya. Ia terlihat sangat menyatu dengan warga kota Angin Mamiri. Hari Minggu (08/04/2018) Soni, sapaan akrab Sumarsono sudah berkeliling di jalan Losari Kota Makassar.
Di sepanjang jalan ia selalu menyapa warga. Bahkan terkadang berhenti untuk berdialog dengan beberapa orang yang ia temui di jalan. Itulah gaya Soni memahami wilayah yang akan dipimpinnya. Dengan cara blusukan. Kebetulan Soni dipercaya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menjabat sebagai Pj Gubernur Sulsel menggantikan Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang telah mengakhiri tugasnya.
Cara Soni mendekati rakyat sangat efektif. Ia punya hobi ngopi atau makan di warung sederhana. Disitulah Soni selalu menyerap apa yang dimaui rakyat yang dipimpinnya. Terutama kalangan wong cilik. Dari mulai penjual koran, tukang semir hingga pedagang makanan khas keliling.
Jika dulu saat pertama kali bertugas sebagai Plt Gubernur DKI Jakarta Soni mengawali pengenalan lapangan dan penyerapan aspirasi rakyat melalui dialog sederhana dengan pedagang Kerak Telor, jajanan khas Betawi.
Kali ini ketika mengawali tugasnya memimpin Provinsi Sulawesi Selatan, Soni mengawalinya dengan menyerap perasaan dan kegundahan hati wong cilik melalui dialog dengan penjual kue Buroncong.
Lalu apa hubungan Soni dengan penjual kue Buroncong? Soni adalah sosok pemimpin yang menggunakan pendekatan budaya dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin daerah. Sehingga ia pasti akan mencari sumber budaya apa yang sangat dikenal masyarakat setempat.
Dan biasanya makanan atau jajanan khas menjadi ikon di setiap daerah. Kita mengenal ikon gudeg untuk menggambarkan budaya di Yogya atau Rujak Cingur makanan khas Surabaya.
Nah Soni menggunakan diplomasi Kue Buroncong untuk memahami karakter dan keinginan masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya suku Bugis Makassar.
Karena kue Buroncong merupakan kue khas Bugis Makassar yang masih bisa ditemui hingga saat ini. Kue yang berbentuk mirip kue pukis dan dibakar di atas tungku api ini masih menjadi favorit bagi masyarakat, terutama di Makassar.
Kue Buroncong ini sudah dikenal sejak puluhan tahun lalu, malah mungkin ratusan tahun lalu oleh masyarakat Sulawesi Selatan.
Bagi warga Makassar, menikmati kue buroncong selalu punya tempat di lidah warga Makassar. Biasanya kue ini dinikmati pada waktu pagi hari saat masih hangat dan disajikan bersama minum teh atau kopi pada waktu bersantai bersama keluarga.
Penjual kue yang memiliki banyak penyebutan ini seperti beroncong, garoncong, geroncong, atau kue ganco ini sering dijumpai di sekitar Jalan Hertasning atau saat Car Free Day di Pantai Losari setiap Minggu pagi.
Gerobak yang mempunyai tungku api adalah ciri khas dari gerobak buroncong. Varian rasanya pun berbeda beda setiap penjual, terkadang asin, kadang manis. Dahulunya, kue buroncong ini harganya hanya 500 rupiah.
Kebanyakan juga kue ini disebut sebagai kue yang paling berat di dunia. Sebab, namanya mirip dengan alat pengangkat khusus seperti yang dipakai para buruh pelabuhan untuk mengangkat karung, yakni gancu.
Soni pun mulai “belajar” budaya lokal Makassar melalui dialognya dengan penjual kue Buroncong. Bahkan Soni dengan serius menyimak setiap kata yang terucap dari penjual Kue Buroncong yang saat itu mendemontrasikan bagaimana membuat kue yang banyak digemari masyarakat Sulsel.
“Bagaimana pak ini cara membuatnya,” sapa Soni kepada salah seorang penjual Kue Buroncong.
Lalu penjual Kue Buroncong itu menjelaskan bagaimana ia membuat kue tersebut sambil mendemokan langsung di depan Soni. Dan Gubernur Sulsel ini serius menyimaknya. Pertanyaan berikutnya dari Soni berapa harga kue tersebut satu bijinya dan berapa uang yang diperoleh dari berjualan kue hingga bagaimana kabar keluarganya.
Komunikasi yang dibangun Soni membuat penjual Kue Buroncong terkesima dengan gaya Gubernur yang tanpa sekat berdialog dengan orang nomor satu di Sulsel ini. Yang ujungnya, penjual kue tersebut “menghadiahi” Soni dengan gelar bangsawan Bugis, yakni panggilan Daeng.
“Terima kasih Daeng Soni,” sebut sang penjual Kue Buroncong. (Edo)
Photo Credit : Sumarsono terlihat sangat menyatu dengan warga kota Angin Mamiri. Hari Minggu (08/04/2018) di jalan Losari Kota Makassar. | Telegraf/Edi Winarto