Multinewsmagazine.com – Mengawali pidato kenegaraannya pada sidang tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka Hut RI ke-78 Proklamasi Kemerdekaan RI, Presiden Jokowi sempat membahas situasi politik yang mulai menghangat yang mengkaitkan dirinya dengan julukan Pak Lurah.
“Bapak-Ibu, Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air, Para hadirin yang saya muliakan. Kita saat ini sudah memasuki tahun politik. Suasana sudah hangat-hangat kuku dan sedang tren di kalangan politisi dan partai politik, setiap ditanya capres dan cawapresnya, jawabannya, “Belum ada arahan dari Pak Lurah.” Saya sempat berpikir, siapa ini “Pak Lurah”. Sedikit-sedikit kok Pak Lurah. Belakangan saya tahu, yang dimaksud Pak Lurah ternyata saya. Ya, saya jawab saja, saya bukan lurah, saya Presiden Republik Indonesia. Ternyata Pak Lurah itu kode,” ujar Presiden Jokowi,
di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Rabu (16/8/2023).
Lebih lanjut Jokowi menegaskan bahwa dirinya ketua umum parpol, bukan ketua umum partai politik, bukan juga ketua koalisi parpol. Sesuai ketentuan undang-undang, yang menentukan capres dan cawapres adalah partai politik dan koalisi partai politik.
“Jadi saya ingin mengatakan, itu bukan wewenang saya. Bukan wewenang Pak Lurah. Bukan wewenang Pak Lurah, sekali lagi. Walaupun saya paham, ini sudah nasib seorang Presiden untuk dijadikan paten-patenan [Bahasa Jawa], dijadikan alibi, dijadikan tameng. Bahkan, walau kampanye belum mulai, foto saya banyak dipasang di mana-mana. Saya harus ngomong apa adanya. Saya ke Provinsi A, ada, ke Kota B, ada, ke Kabupaten C, ada juga. Sampai ke tikungan-tikungan desa, ada juga. Tapi, bukan foto saya sendirian. Ada di sebelahnya bareng Capres. Ya, saya kira menurut saya juga tidak apa-apa. Boleh-boleh saja,” tegas Jokowi.
Jokowi menyadari akan ketidaknyamanan dirinya di Posisi sebagai Presiden. Itu tidak senyaman yang dipersepsikan. Ada tanggung jawab besar yang harus diemban. Banyak permasalahan rakyat yang harus diselesaikan.
Dengan adanya media sosial seperti sekarang ini, apapun bisa disampaikan kepada Presiden, mulai dari masalah rakyat di pinggiran, sampai kemarahan, sampai ejekan, bahkan makian dan fitnahan bisa dengan mudah disampaikan dengan media sosial.
“Saya tahu, ada yang mengatakan saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, Firaun, tolol. Ya, ndak apa-apa. Sebagai pribadi, saya menerima saja. Tapi, yang membuat saya sedih, budaya santun dan budi pekerti luhur bangsa ini tampak mulai hilang. Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini, sekali lagi, polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia.
Memang tidak semua seperti itu. Saya melihat mayoritas masyarakat juga sangat kecewa dengan polusi budaya tersebut. Cacian dan makian yang ada justru membangunkan nurani kita semua, nurani bangsa untuk bersatu menjaga moralitas ruang publik, bersatu menjaga mentalitas masyarakat, sehingga kita bisa tetap melangkah maju, menjalankan transformasi bangsa menuju Indonesia Maju, menuju Indonesia Emas 2045,” tutur Jokowi
Akibat viralnya pidato Presiden Jokowi tersebut, mulai banyak elit politik yang menanggapi dan memberikan komentar beragam. Dan ini dinilai banyak pihak gaya humoris Jokowi soal Pak Lurah telah sukses menyentil sikap kurang santun para elit politik Indonesia