Indonesia Ingatkan Pentingnya Peran Aktor Lokal dalam Penyaluran Bantuan Kemanusiaan

Indonesia Ingatkan Pentingnya Peran Aktor Lokal dalam Penyaluran Bantuan Kemanusiaan

[ad_1]

Selain harus berjibaku dengan situasi sulit yang mendera akibat pandemi COVID-19, sebagian besar orang di dunia, termasuk sejumlah penduduk di Indonesia juga harus berjuang untuk keluar dari kondisi sulit lainnya yang diakibatkan oleh peristiwa seperti bencana alam dan konflik bersenjata.

Melihat situasi sulit tersebut yang terus terjadi hingga saat ini, peran dari bantuan kemanusiaan dinilai menjadi semakin penting. Sayangnya, aliran bantuan kemanusiaan yang masuk kini harus tersendat dengan adanya pembatasan pergerakan yang dilakukan untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Berbicara dalam Konferensi Regional untuk Bantuan Kemanusiaan (RCHA) pada Rabu (6/10), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengingatkan pentingnya akan peran aktor lokal dalam mensukseskan distribusi bantuan kemanusiaan di tengah pembatasan pergerakan selama pandemi saat ini.

Menlu RI Retno Marsudi.

Menlu RI Retno Marsudi.

“Bukti menunjukkan aktor-aktor nasional dan lokal tetap aktif dan inovatif (dalam) beragam situasi kemanusiaan. Mereka ini (diantaranya) termasuk palang merah dan (organisasi) bulan sabit merah, organisasi-organisasi kemanusiaan berbasis agama, sektor-sektor swasta, filantropis, dan masyarakat sipil. Kepemimpinan mereka beriringan dengan pemerintah secara inklusif dan mulus mampu menjangkau pihak-pihak membutuhkan bantuan di lapangan,” kata Retno.

Ia juga mengatakan pentingnya mengusung nilai-nilai lokal dalam proses penyaluran bantuan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang terdampak oleh bencana.

“Kearifan lokal memandu aktor-aktor kemanusiaan dalam menyediakan bantuan yang relevan dalam konteks nasional dan lokal.”

Banntuan pangan yang didistribusikan oleh Program Pangan Dunia (WFP) untuk komunitas miskin di pinggiran Yangon, Myanmar, 21 Mei 2021. (AFP)

Banntuan pangan yang didistribusikan oleh Program Pangan Dunia (WFP) untuk komunitas miskin di pinggiran Yangon, Myanmar, 21 Mei 2021. (AFP)

Dia mencontohkan gotong royong sebagai bentuk kearifan lokal di Indonesia dimana masyarakat saling tolong menolong baik dalam situasi aman maupun dalam keadaan darurat

“Kepemimpinan dan suara aktor-aktor nasional serta lokal harus diintegrasikan dan diutamakan dalam mekanisme kerjasama (yang) sudah ada sekarang dan di masa depan, termasuk (dalam) perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi,” kata Retno.

Dalam pidatonya tersebut, Retno juga menyebutkan bahwa konflik bersenjata, perubahan iklim dan pandemi COVID-19 telah menyebabkan krisis kemanusiaan terbesar sejak Perang Dunia Kedua. Sekitar 97 juta orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan darurat berada di kawasan Asia Pasifik.

Tak lupa, Retno memberikan data bahwa seperempat dari konflik bersenjata yang terjadi di seluruh dunia berada di wilayah Asia Pasifik, yang menyebabkan sekitar 4,4 juta penduduk di kawasan menjadi pengungsi.

Dr. Teuku Rezasyah, Pengamat Hubungan Internasional (foto: courtesy).

Dr. Teuku Rezasyah, Pengamat Hubungan Internasional (foto: courtesy).

Sementara itu, pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Paramadina Teuku Rezasyah Jakarta mengatakan masing-masing negara harus memberikan upaya terbaiknya terkait bantuan kemanusiaan ini dalam situasi sulit seperti pandemi saat ini.

Menurutnya tantangan yang dihadapi negara penerima dan pemberi bantuan kemanusiaan besar. Untuk itu diperlukan komunikasi bilateral, regional dan juga internal.

“Biasanya negara penerima berpikir akan mudah melakukan penyalurannya tetapi ternyata tidak mudah, dengan adanya COVID ini seringkali bantuan-bantuan asing berbenturan dengan bantuan-bantuan lainnya yang ditujukan pada segmen-segmen tertentu,” ungkap Rezasyah. [fw/rs]

[ad_2]

Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *