MultiNewsMagazine, Jakarta – Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska) yang terdiri dari Lembaga Kaki Publik (Lembaga Kajian dan Analisa Keterbukaan Informasi Publik) bersama CBA (Center For Budget Analysis) meminta kepada KPU untuk tetap berjihad melawan mantan koruptor dengan cara melarang eks napi korupsi sebagai anggota legislatif.
“Kami mendukung KPU dan berharap lembaga tersebut tetap berjihad mencegah mantan koruptor menguasai lembaga legislatif,” ujar Koordinator Alaska, Adri Zulpianto, di Jakarta, Sabtu (02/06/18).
Adri menyatakan, pihaknya memperkirakan mantan koruptor yang akan ikut menjadi caleg 2019 akan semakin banyak dan meningkat. Hal ini berdasarkan data tahun 2016, terdapat 1.101 tersangka kasus pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1,5 triliun. Jumlah ini, mengalami peningkatan pada tahun 2017, dengan 1.298 tersangka kasus korupsi yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 6,5 triliun.
“Kalau mantan koruptor tidak dilarang menjadi caleg, maka bisa-bisa parpol dikuasai. Hal ini, bukan hanya merusak parpol namun juga bisa merusak lembaga legislatif sebagai perwakilan rakyat. Jika hal itu terjadi, lembaga legislatif bukan lagi sebagai perwakilan rakyat tapi sudah berubah menjadi perwakilan koruptor,” jelasnya.
Selain itu, kata Adri, ada alasan lain mengapa napi korupsi harus dilarang menjadi caleg. Jika dibiarkan mereka menjadi caleg, merupakan bentuk ketidakadilan bagi caleg miskin. Pihaknya menengarai, mantan napi korupsi masih memiliki harta kekayaan tersembunyi dan melimpah, yang bisa mempengaruhi kalangan pemilih.
“Pada saat diproses hukum, para penyidik tidak menggunakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU kepada banyak tersangka koruptor. Sehingga, harta kekayaan koruptor ini masih aman tersimpan untuk modal politik,” pungkasnya. (Red)
Photo Credit : KPU diminta untuk tetap melawan serta melarang mantan koruptor dan eks napi korupsi sebagai anggota legislatif. FILE/Dok/Ist. Photo/Telegraf